Usia Maesy enam tahun saat ia memasukkan kue-kue kering ke toples, juga pisang dan apel, lalu mengisi botol dengan limun dan mengajak beberapa sepupunya piknik di pinggir Danau Sunter. Dengan alas kertas koran mereka duduk menyantap bekal dan memandangi danau yang keruh. Di kepala Maesy… Read More
Di Peternakan Twamley
Tiga anak kecil yang mengendarai traktor menghampiri kami. Yang paling besar, yang kemudian kami kenali bernama Thomas, bertanya apa kami tamu yang akan menginap di peternakan Twamley. Begitu Maesy mengiyakan, ketiga bocah melompat dari traktor lalu menunjukkan jalan. Elizabeth si pemilik peternakan sudah ada di… Read More
Dari Sisi Timur
Kami menyetir meninggalkan Hobart dalam hujan yang tak berhenti. Ini artinya Andy, si pemilik kebun anggur di Richmond, cuma asal omong. Kemarin, dengan penuh keyakinan – sambil menjabat tangan Maesy segala – Andy bilang agar kami tak percaya ramalan cuaca. Sudah berbulan-bulan Tasmania tak berhujan,… Read More
Satu hari di San Francisco
Hari sudah terang saat saya membuka jendela kamar, meneguhkan niat untuk memulai pagi dengan membaca di balkon yang menghadap gang sempit dan tangga-tangga besi. Semalam balkon ini mengingatkan Maesy akan adegan saat Audrey Hepburn menyanyi Moonriver sambil main ukulele di Breakfast at Tiffany’s (tokoh Holly… Read More
Nat King Cole di Kaleng Sarden
Ketika taksi putih berhenti di depan lobi apartemen kami, seorang sopir tua menyembul. Rambut, kumis, dan janggutnya putih semua, kontras dengan kulit yang gelap. Ia membuka bagasi dan menawarkan diri membantu saya memasukkan koper. Saya menolak halus lalu memasukkannya sendiri. Koper besar ini berat sekali,… Read More
New Orleans Joe
America has only three cities: New York, San Francisco, and New Orleans. Everywhere else is Cleveland. — Tennessee Williams Saya membuka perlahan pintu putih berkaca bening itu. Ia mengeluarkan bunyi berdecit. Di daun pintu luar terdapat tulisan kecil “Faulkner House Books”. Ruangan itu tidak terlalu… Read More
Memperkenalkan Semasa
Semua dimulai dari sebuah kedai kopi yang kami datangi pagi-pagi sekali, saat kantung mata barista seperti menyimpan biji kelereng akibat pesta semalam yang terlalu menggila. Kami duduk di sudut, berbicara ke sana kemari, berdua saja. Saya baru mengeluh soal naskah tulisan yang tak kunjung tuntas… Read More
Jakarta Kami di Suatu Minggu
Hari itu kami bangun kesiangan. Maesy kelelahan karena sehari sebelumnya baru pulang dari Singapura untuk suatu urusan. Kami golek-golek saja, ngobrol sana-sini, terlalu malas bahkan untuk menyeduh kopi. Sinar matahari masuk menembus jendela menimpa ujung kaki Maesy yang menyembul dari balik selimut. Ia membiarkan saja… Read More
Den Haag, Setelah Tujuh Tahun
Di malam bulan Desember yang dingin, yang anginnya membuat pipi terasa kebas, Maesy berjalan kaki menjauhi stasiun Den Haag Central sambil menangis. Ia bersedih karena hari-hari perkuliahannya di Belanda akan segera berakhir. Malam-malam tanpa tidur menjelang ujian, senda gurau tengah malam di kamar asrama bersama… Read More