comments 19

Tentang Bulan yang Penuh Senyum Riang dan Kantung Mata yang Menggantung

Kami akan mengenang bulan September lalu sebagai bulan dengan banyak gelak tawa sekaligus garis hitam di bawah mata. Ia sibuk sekali. Soal pekerjaan, juga hal-hal lain. Ia dimulai dengan sebuah upacara adat besar tiga puluh tahunan di pura keluarga di Bali. Soal upacara begini, yang enam bulanan saja sudah cukup untuk membuat semua kalang kabut. Ini tiga puluh tahunan! Bercengkerama dengan keluarga besar yang jarang ditemui tentu ada senangnya, tetapi ia juga diisi dengan malam-malam tanpa tidur karena harus piket di pura keluarga, menjaga semua sesajen agar tidak digasak kucing.

Namun, bukan itu yang benar-benar hendak saya bahas. Di bulan itu juga, kami seperti baru saja melahirkan anak. Bukan satu, tetapi dua sekaligus. Yang satu adalah buku kami yang berwarna biru, The Dusty Sneakers: Kisah Kawan di Ujung Sana. Ia memulai petualangannya pada minggu pertama September.  Yang kedua, POST, ruang buku kami di pasar Santa. Untuk POST, bapaknya bahkan ada dua, saya dan Steven, seorang kawan kalem dengan selera musik industrial. Seperti layaknya anak-anak, si buku biru dan POST seperti berebut meminta perhatian.  Namun, seperti orang tua lain, kami menyambut dengan riang. Setiap akhir pekan Maesy, Steven, dan saya menghabiskan hari di pasar Santa. Menata buku-buku, menyiapkan diskusi kecil, menyiapkan pameran sket, menciptakan perkawanan baru yang penuh gelak tawa, dan macam-macam. Walau melelahkan dan membuat mata berkantung, mereka tetap  mata yang menyala terang. Biarlah sampai di sini dulu untuk POST, Maesy akan menceritakannya dengan lebih lengkap di catatan kami berikutnya. Untuk sekarang, saya hendak mengenang sebuah sore di hari Sabtu saat kami membuat perayaan kecil untuk si buku biru.

image (43)

Buku ini adalah catatan-catatan dari sebuah masa yang akan kami kenang untuk waktu yang lama. Ia bukan hanya kisah-kisah kami, tetapi juga sepenggal cerita dari orang-orang terdekat.  Ia adalah catatan tentang pertemanan. Maka Sabtu sore itu, kami ingin berbagi keriangan dengan kawan-kawan dekat. Di POST, di sebuah sudut di pasar Santa, kami membuat perayaan kecil untuk si buku biru. Setangkai bunga kami siapkan untuk siapapun kawan yang datang. Hati kami memang sedang berbunga.

Sore hingga malam itu, kami senang sekali bertemu banyak kawan. Kawan lama, kawan lama sekali, kawan baru, kawan yang sebelumnya saling mengenal melalui tulisan, hingga mereka yang celingak celinguk di POST lalu kami hasut untuk membeli buku. Ada teman lama semacam Christian Yushie, yang muncul dari masa-masa kuliah lebih dari 15 tahun lalu. Ia datang ke POST dengan gigi depan yang tak ada lagi. Perkara ini pernah saya tanyakan sebelumnya, tetapi ia selalu mengelak dan berkilah tentang betapa ceritanya panjang. Setelah membeli buku, mengucap selamat, ia mulai ribut menyuruh saya mengembalikan celana panjangnya. Ini lawakan yang usianya sudah tua sekali. Dulu saat kami kos bersama, saya kerap meminjam celananya tanpa bilang-bilang.

Ada juga Arip Syaman, yang mampir sebelum harus berangkat ke Madura untuk suatu urusan. Ia sempat pula mengacak-ngacak rambut saya tanda ikut girang. Karena kisah Arip Syaman beberapa kali muncul di buku, posisinya pun jadi semakin dekat di hati. Soal ini saya jadi teringat percakapan kami beberapa waktu sebelum buku ini terbit.

“Rip, apa kau mau namamu di buku kusamarkan saja?”

“Bangsat kau! Sesudah kau hina aku habis-habisan begitu, namaku mau disamarkan pula?!”

Anak itu memang memiliki cara berpikirnya sendiri.

Kami juga senang akan kedatangan pasangan hangat Ibnu Najib dan Dian. Najib, yang kerap membenci keramaian, datang dengan sumringah. Najib harus dicatat dengan khusus. Saat masih dalam draft awal, ia membaca naskah kami dengan saksama dan memberi banyak masukan yang dikemas dalam bentuk diagram tulang ikan. Pernah saya katakan, ia adalah seorang kawan yang ruwet. Tentu ia akan muncul dengan hal-hal macam begitu.

The Dusty Sneakers - Kisah Kawan di Ujung Sana 2

Maesy pun tampak riang saat bertemu kawan-kawan lamanya, mulai dari Anggini yang memeluknya kencang sekali, kawan dari masa-masa di Belanda macam Vinny dan Vina, sampai kawan-kawan baru seperti Nike dan Mamir, dua perempuan kreatif nan telaten. Kawan-kawan baru kami pun menunjukkan dukungan yang membuat haru, Vira dan Diyantouchable, Olive Bendon, Teguh Sudarisman, sampai Mas Yusi yang menyempatkan diri mampir di antara dua hajatan gawat di dua sisi Jakarta yang berbeda.

Soal kawan baru, tentu ada muda mudi Tama dan Yuki. Mereka kenalan dari komunitas pejalan yang ternyata juga menyenangi dunia bacaan dan tulis menulis. Hari itu mereka datang berdua saja dengan lagak intim yang masih malu-malu. Mudah ditebak, mereka sedang berada dalam kencan pertama. Hal yang kemudian mereka akui setelah kami desak-desak.  Minggu-minggu sesudahnya, muda mudi Tama dan Yuki menjadi pengunjung rutin POST. Mereka menghabiskan Minggu sore di POST untuk mendengarkan musik atau omong-omong kesana kemari tentang buku dan hal-hal remeh temeh. Tentu, perlahan mereka mulai lebih lepas menunjukkan kemesraannya.

Sekali lagi, kami hendak mengucapkan terima kasih yang dalam untuk kawan-kawan yang datang di hari Sabtu itu, juga mereka yang memberi semangatnya dari jauh. Terima kasih kami pula untuk mereka yang telah membaca si buku biru dan menyampaikan kesan-kesannya secara langsung, melalui surel, maupun media sosial. Di hari-hari berikut, si buku biru masih akan bertualang sendiri. Entah sampai di mana. Namun, di bulan lalu, di bulan yang akan kami kenang untuk waktu yang lama itu, ia menjadi kawan baru yang riang sekali. Kawan yang menciptakan bincang hangat, senyum senang, juga perkawanan baru.

Twosocks (dan Gypsytoes)

19 Comments

  1. whoaaa!!! bulan yang menakjubkan sekali…
    Saya turut senang bisa ambil bagian dalam sedikit tetek bengeknya, selamaat!!!

    PS : kapan lagi kita bully si pasangan muda-mudi? >:)

  2. Repot tapi sepertinya menyenangkan sekali yah Twosocks!? Senangnya bisa berkarya dan hasilnya sukses. Aku benar – benar gak sabar mo baca buku biru itu. Semoga cepat ibuku/temanku datang bawa buku kalian. Waktu ditanya aku mau dibawain apa dari Jakarta, hanya buku kalian yang aku minta. 🙂 Semoga mereka bisa ketemuin bukunya yah?

    • Hola Andine! wahh semoga bukunya segera tiba di tanganmu. Terima kasih ya, Andine selalu memberi kami semangat. Kamu sudah seperti kawan lama kami yang belum pernah jumpa. Semoga akhir tahun ini Andine betulan ke Indonesia, jadi kita bisa minum kopi dan omong-omong.

  3. ohelterskelter

    saya hadiiiiirrrr!

    wah wah, jadi terharu karena kehadiran kami dianggap menyenangkan. silakan kalau mau bully lagi, asalkan sama-sama senang. *eh?

    omong-omong, Teddy, kau sangat berjasa! dan kawan-kawan yang juga turut andil Sabtu itu. terima kasih! ;’)

    • Ha! Pemudi Yuki! Senangnya, sampai bertemu lagi akhir pekan ini di pasar. Kita omong-omong lagi. Senang akan melihat lagi wajah kalian yang kasmaran itu 🙂

    • Halo Esa, bukunya sudah ada di toko-toko buku seperti Gramedia, Togamas, Gunung Agung. Untuk sekarang baru di Jawa dan Bali. Bisa juga dibeli online melalui mizanstore.com . Semoga senang ya membacanya 😀

  4. Pingback: Maesy Ang & Teddy Kusuma: On Journeys, Distance, and Friendship. | Beradadisini

    • Asik!! Datanglah! Kami akan ada di tgl 24/25 Oct saat ada pameran foto dan toko buku kecil, atau 1/2 Nov saat POST menjadi toko buku. Akan banyak betul buku-buku indah di Minggu pertama tiap bulan. Bawalah si Ceced itu, dan tentunya, si Ijazah, haha 😀

  5. Pingback: In Between Adieu and Hello | The Dusty Sneakers

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s