comments 5

Suatu Sore di Makam Kartini

Belum dua menit kami turun dari mobil, seorang perempuan berambut putih menghampiri dan menyodorkan beberapa kantung plastik berisi kelopak bunga. “Untuk nyekar,” bisik Fani saat melihat ekspresi saya yang kebingungan. Kami memutuskan untuk membeli dua kantung, lalu menyerahkan selembar sepuluh ribuan yang langsung dimasukkan perempuan tadi ke kantong daster batiknya. Ia lalu berjalan kembali ke tempat duduknya, yang ternyata adalah sebuah kios peralatan masak. Wajahnya menghilang di balik panci, wajan, dan centong yang menggantung di kios tersebut. Kami terdiam, saling bertatapan dan meringis. Siapa yang menyangka akan menemukan kios peralatan masak tepat di depan Makam Kartini?

Kartini dimakamkan di kompleks makam keluarga suaminya, yang terletak di atas sebuat bukit di Desa Bulu, Kecamatan Rembang. Menurut cerita Ibu Penjaga Museum di Museum Kartini Rembang, makam ini adalah objek wisata Kartini yang paling populer, walau sore itu hanya kami berlima yang ada di sana. Begitu masuk ke rumah joglo tempat pusara keluarga Djojoadhiningrat, kami harus membangunkan bapak penjaga makam yang sedang berbaring pulas di lantai makam. Sambil mengucek-ucek mata mengusir kantuk, ia mempersilakan kami untuk nyekar. “Pusaranya yang paling kanan. Itu yang di dalam teralis,” katanya serak.

Pusara Kartini berada di tengah joglo, berdampingan dengan dua istri utama Bupati Djojoadhiningrat lainnya. Tidak seperti makam lain yang polos, pusara Kartini dan teralis di sekelilingnya dipenuhi hiasan. Ada karangan bunga di atas nisan, beberapa lukisan potret Kartini di teralis sekitar, juga spanduk dari salah satu stasiun televisi swasta nasional yang mengumumkan rencananya menayangkan napak tilas perjuangan Kartini dalam program fashion dan gaya hidup.

The Dusty Sneakers I Makam Kartini I 4

Bapak penjaga makam tampak lebih segar sesudah kami selesai nyekar dan berkeliling makam. Pak Sahid, begitu ia memperkenalkan namanya. Ia duduk tegak di balik meja penerima tamu sambil menghisap rokok kretek. Dengannya kami berbicara ke sana ke mari.

Pak Sahid bercerita bahwa ia kelelahan setelah kunjungan karya wisata 50 siswa Taman Kanak-Kanak di Kota Rembang sebelum kami datang. “Sejak saya bekerja di sini tahun 1979, setiap hari ada saja yang berziarah ke sini. Biasanya yang datang ibu-ibu Dharma Wanita atau anak sekolah dari kota-kota sekitar, tapi dalam satu bulan pasti ada saja yang datang dari Jakarta atau kota di luar Jawa. Dulu, ketika masih zaman Pak Harto, pernah ada wisatawan asing dari Belanda bahkan dari Afrika.”

“Makam ini termasuk Taman Makam Pahlawan, jadi banyak sekali Presiden dan Ibu Negara yang berkunjung ke sini. Ibu Tien secara langsung memerintahkan pemugaran makam ini. Putranya, Tommy, juga menyumbang untuk pemugaran makam ini tahun 2004. Pemerintah tahu bahwa Kartini adalah pahlawan penting bangsa ini, karena itu hampir semua Presiden dan Ibu Negara pernah berkunjung ke sini.”

“Hampir semua?” saya bertanya.

Pak Sahid tersenyum simpul. “Hampir semua, kecuali Presiden kita yang sekarang. Sejak Pak SBY menjabat sepuluh tahun yang lalu, tak pernah sekali pun ia atau istrinya berkunjung ke sini.” Pak Sahid kemudian menceritakan kekecewaannya. Menurutnya, tokoh sepenting Kartini, pahlawan pemberdayaan perempuan Indonesia, tidak sepatutnya dilupakan oleh pemimpin negara.

“Sebenarnya, saya juga merasa kalau pemberdayaan perempuan jauh lebih kuat ketika zaman Ibu Tien,” lanjut Pak Sahid.

“Kenapa begitu, Pak?”

“Karena anggota PKK lebih banyak yang berkunjung ke sini. Zaman dulu, PKK terorganisir dengan lebih baik, lebih banyak kegiatannya.”

The Dusty Sneakers I Makam Kartini I 3

Saya teringat kios peralatan masak di depan makam. Mungkin kios itu sengaja didirikan untuk merespon potensi pasar dalam bentuk ibu-ibu PKK dan Dharma Wanita yang berkunjung ke makam. Walau menurut Pak Sahid jumlah pengunjung sudah berkurang, pasti masih cukup banyak yang tertarik membeli wajan atau panci sehingga perempuan tua tadi masih mempertahankan kiosnya.

Saya hanya samar-samar mengikuti obrolan selanjutnya. Saya masih mencerna apa yang dikatakan Pak Sahid tadi. Pendapatnya bahwa pemberdayaan perempuan adalah ranah anggota PKK dan Dharma Wanita sungguh pendapat yang dibentuk Orde Baru. Sebagai satu-satunya saluran aktivitas perempuan yang didukung orde baru, rezim ini berusaha meredam gerakan perempuan yang bersifat politis dengan mengembalikan mereka ke urusan rumah tangga. Untuk negara seperti Indonesia, di mana angka kematian ibu dan bayi masih merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara, jelas PKK punya peran penting dalam melalukan penyuluhan gizi dan kesehatan dalam keluarga. Namun gerakan perempuan Indonesia sungguh lebih beragam, terutama sejak reformasi. Ada banyak kelompok perempuan pedesaan yang berjuang agar suara mereka bisa dipertimbangkan dalam Musyawaran Perencanaan Pembangunan di Tingkat Desa, ada banyak organisasi yang memberikan pendampingan dan bantuan hukum bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan, dan lebih banyak lagi perempuan yang ikut memperjuangkan isu lingkungan, pendidikan, atau hak asasi manusia.

Kartini pasti bangga mengetahui betapa pesat kemajuan perempuan Indonesia dan berbagai bentuk gerakannya. Meski demikian, saya juga sadar bahwa banyak permasalahan yang diangkat Kartini masih menjadi permasalahan hingga sekarang. Poligami, isu yang sering dibicarakan Kartini dalam surat-suratnya, masih banyak dilaksanakan di Indonesia. Kartini pernah mengkritik fanatisme agama yang berujung pada perang atau penindasan. Ia pasti akan frustasi dengan tingginya angka kasus kekerasan berbasis agama di Indonesia beberapa tahun terakhir. Kasus-kasus yang bahkan sampai menarik perhatian internasional. Kartini akan merasa senang dengan turunnya angka kemiskinan nasional Indonesia saat ini, namun ia tidak akan tinggal diam melihat kesenjangan yang makin meluas di berbagai wilayah Indonesia.

The Dusty Sneakers I Makam Kartini I 2

Saya mungkin tidak sepakat dengan pendapat Pak Sahid bahwa penghormatan pada pahlawan harus ditunjukkan dengan mengunjungi makamnya, tapi saya sungguh setuju bahwa pemimpin negara harus senantiasa menunjukkan penghargaannya pada keteladanan yang ditunjukkan para pahlawan yang membentuk bangsa ini. Para pamimpin bangsa harus senantiasa menjadi teladan untuk terus menghidupkan semangat juang pahlawan-pahlawan bangsa di waktu kini. Dalam hal Kartini, semangatnya tidak akan lestari hanya melalui lomba peragaan kebaya, memasak, atau keterampilan tangan. Pemikiran-pemikiran Kartini dan semangatnya untuk memajukan derajat kaumnya adalah sesuatu yang seharusnya senantiasa dikedepankan. Semangat Kartini hanya akan menyala bila surat-suratnya terus dibaca, bila pemikiran-pemikirannya terus didiskusikan dalam konteks kekinian bangsa ini.

Saya teringat apa yang pernah dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” Amanat Pak Pram untuk menulis sungguh baik, tapi bila tulisan yang baik setinggi langit tidak dibaca, ia pun akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.

Gypsytoes

Catatan ini adalah artikel ketujuh dari Seri Tur Kartini, inisiatif kolaborasi The Dusty Sneakers dan Pamflet, organisasi anak muda yang berbasis di Jakarta, untuk mengenal sosok dan pemikiran Kartini lebih jauh dengan melakukan perjalanan ke Jepara dan Rembang. Kumpulan catatan perjalanan Tur Kartini dapat diunduh di sini.

5 Comments

  1. ahn

    tulisan yang sangat inspiratif, bukan hanya sekedar berziarah tetapi ada pelajaran penting yang bisa dibaca dalam tulisan ini…

  2. Anonymous

    Ada persyaratan tdk jika kunjungan ke sana. Atw surat kunjungan . TKS

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s