Malam hari setelah perayaan Galungan, warga desa Pengastulan bergairah. Ini adalah hari di mana keriaan akan mengisi desanya yang lenggang. Saat pemuda-pemudanya yang merantau pulang ke kampung halaman, saat kawan-kawan masa kecil akan kembali dijumpai, saat sanak famili kembali berkumpul dan saling bercengkerama. Sebuah perayaan pun disiapkan di depan pura desa. Panggung besar didirikan untuk mementaskan acara-acara hiburan. Joged bumbung, tari kreasi, pentas musik. Menjelang gelap warga berduyun-duyun ke area depan pura desa. Tua, muda, laki, perempuan, kakek, nenek, hingga para bocah yang dari hidungnya masih menyembul ingus. Dengan pakaian terbaiknya mereka hendak merayakan keriaan enam bulanan itu.
Gypsytoes ada bersama saya. Untuk pertama kalinya ikut merayakan Galungan di kampung halaman ibu saya di ujung utara pulau Bali. Ia siap dengan berbagai kejutan yang ditawarkan. Dan itulah yang diberikan desa Pengastulan untuknya. Hal pertama yang kami lakukan adalah ikut melihat permainan judi dadu yang oleh penduduk setempat disebut mong-mongan. Bukan sembarang judi dadu, di Pengastulan judi dadu sebagian besar diikuti bocah-bocah ingusan. Beberapa keponakan saya yang baru masuk sekolah dasar sudah siap dengan uang receh di sakunya dan berharap menjadikannya segepok puluhan ribuan. Tentu judi dilarang di Bali, namun, dalam masa-masa tertentu, kegiatan berjudi kecil-kecilan adalah hal yang lumrah. Misalnya, malam setelah Galungan di mana kemenangan kebaikan atas kebatilan dirayakan, atau menjelang upacara ngaben di mana warga menghabiskan malam menemani jenazah sambil mencoba peruntungannya di meja permainan.
Maka di sanalah kami melihat para bocah menempatkan uangnya pada salah satu dari enam gambar dadu sambil berharap-harap cemas. Para bandar yang di beberapa meja judi juga terdiri dari para bocah mengocok dadu dengan tangkas. Mereka memberikan jeda penuh ketegangan saat para peserta menempatkan taruhannya. Berbagai ekspresi lenguhan muncul saat sang bandar yang tangkas membuka penutup dadu. Beberapa bocah berteriak riang saat taruhannya mengena sementara beberapa yang lain mengeluh karena uang saku dari orang tuanya hangus. Gambar-gambar dadu yang dipertaruhkan juga sangat lucu untuk kami. Enam sisinya terdiri dari tiga sisi bergambar binatang, dua sisi bergambar makhluk halus, dan satu sisi bergambar perempuan seksi bernama Santi, Epa (benar-benar ditulis Epa, bukan Eva), dan sejenisnya. Jika taruhan mereka di sisi perempuan cantik berhasil menang, para anak monyet itu akan berteriak dengan tingkat kegirangan yang lebih. Ini adalah hari yang penuh untuk Gypsytoes. Setelah sesak nafas oleh asap dupa di pura keluarga saya dan perjalanan tiga jam yang membuatnya kepayahan mabuk darat, berada di desa yang sama sekali baru dan melihat segerombolan anak monyet merayakan keriaan Galungan dengan berjudi adalah kejutan yang unik untuknya. Ia tampak takjub dan menikmati keganjilan ini.
Saat kami sibuk melihat mereka yang bermain judi, di panggung sebelah keramaian telah dimulai. Lagu-lagu pop Bali terdengar menghentak. Tari kreasi pun ditarikan para remaja-remaja tanggung yang antusias. Dengan sedikit malu-malu para gadis cilik menari menirukan gerak Missy Elliot, Rihanna, ataupun Agnes Monica. Betapa budaya pop sudah merambah jauh sampai desa Pengastulan yang sehari-harinya lengang. Penonton pun antusias menikmati hiburan enam bulanan mereka ini. Bapak yang menggendong anaknya, pedagang kacang rebus yang berharap panen rezeki, nenek-nenek yang masih bersemangat, pria besar dengan kaus bertuliskan ‘Ninja lebih lejam dari Ibu tiri’, hingga pemuda yang mulai terpengaruh alkohol saat jam baru menunjukkan pukul Sembilan. Saya dan Gypsytoes sempat tergeli-geli memperhatikan pemuda mabuk yang duduk berselonjor di pinggir jalan itu. Ia sedikit mengerang dan agak menangis. Rupanya hidupnya agak berat.
“Anak-anak sudah dikandangkan. Sekarang waktunya kita minum-minum. “ tiba-tiba Gede Sumerta, salah satu sepupu menghampiri saya. Rupanya ini tradisi yang masih berlanjut. Malam setelah Galungan dihabiskan para pemuda dengan minum bir dan bersenda gurau. Gede Sumerta dan semua sepupu seangkatan saya saat ini telah menjadi ayah dari beberapa anak monyet yang gemar untuk menjadi girang. Hari itu para sepupu berkewajiban menemani anak-anak mereka bermain judi dan sejenisnya. Setelah uang jatah berjudi habis atau malam mulai agak larut para anak pun ditidurkan di kandang masing-masing. Saat ini, saat segalanya telah beres, para sepupu siap beraksi. Gypsytoes pun mengikuti di belakang saya dengan antusias. Dan berbotol-botol bir berjajar siap dinikmati para orang tua hingga pagi menjelang. Saya sangat senang bisa bertemu lagi dengan sepupu-sepupu yang juga kawan-kawan masa kecil saya ini. Dulu kami adalah bocah-bocah yang dikenal dengan sebutan pasukan Bodrex. Kami berkeliaran ke sana-kemari seolah-olah penguasa desa Pengastulan. Mencari belut di sawah, berenang di sumber air, dan kenakalan kanak-kanak lain. Mereka pun semacam pelindung saya karena usia dan tubuh saya yang paling kecil. Malam itu kami minum bersama mengenang masa lalu dan mengutuk betapa kami sekarang mulai menua. Hingga lewat tengah malam saat kami mulai mengantuk termakan usia. Saya selalu menyukai kegairahan malam Galungan di Pengastulan. Dan malam itu Gypsytoes ikut bersama saya melihat-lihat keganjilannya. Ia berjanji tahun depan akan datang lagi. Mungkin ikut mencoba peruntungan di meja mong-mongan.
Twosocks, November 2013.
Love the story, and love the picture of Gypsytoes so much, the kebaya, the colour, the smile, all are beautiful 🙂
Haha you should see how she looks after she got asphyxiation from all the Galungan incense smoke and then the motion sickness attack from the three-hour drive to Pengastulan. :p Glad you enjoy the story 🙂
Baru tau kalo ada judi kecil2an di malam perayaan galungan begini, dan yg main anak2 itu rasa nya Makjleb banget hehehe.
Tapi “Ninja Lebih Kejam Dari Ibu Tiri” itu bikin gw tersenyum hehehe
Haha saat kanak2 dulu, sayapun sering ikut2an. Duduk paling depan dg mata berwarna hijau
Bang Rhoma: “Judi! …. teeet…meracuni keimanan….teeet”
Haha , kalau saja Bang Rhoma besar di Pengastulan, mungkin lagu ini akan perlu sedikit penyesuaian