comments 2

Tur Kartini: Catatan Akhir

“Kartini adalah sosok yang melakukan‘bunuh diri kelas’. Ia ingin dipanggil dan dilihat sebagai Kartini saja, tanpa embel-embel keningratan.” Demikian JJ Rizal, sejarawan muda yang penuh semangat itu, memulai diskusi.

Sore itu di Museum Nasional, sehari sesudah hari Kartini, Gypsytoes dan saya berada di panel yang sama dengannya dalam diskusi seputar Kartini. Diskusi ini merupakan penutup dari rangkaian acara Festival Seperlima yang diselenggarakan Pamflet. Saat itu sang sejarawan sebenarnya baru saja dari dokter gigi. Konon gigi depannya harus dicabut dan gigi baru belum kunjung dipasang. Perkara yang membuat wajahnya sering tampak ganjil saat berbicara. Tentu diam-diam kami mentertawainya. Namun JJ Rizal, sejarawan muda yang penuh semangat itu, adalah seorang penutur yang baik sekali. Betapapun wajahnya yang belum terbiasa tanpa gigi depan itu tampak serba salah, ia mengupas berbagai dimensi kehidupan kartini dengan keahlian seorang tukang cerita ulung. Kami dan juga mereka yang datang sore itu mengikuti penuturannya seolah sedang mendengar dongeng yang mendayu.

“Kartini mungkin meninggal pada usia muda, sekolahnya memang akhirnya tidak berlanjut, namun ide adalah benda ajaib yang memiliki sayap,” begitu kurang lebih salah satu kisahnya. “ Ide dan pemikiran Kartini terbang menembus jaman dan menjadi bagian penting dari kesadaran berkebangsaan kita.”

Belakangan ini, bersama semakin kritisnya kalangan muda, ketokohan Kartini juga makin kerap dipertanyakan. Kepahlawanannya dibandingkan dengan tokoh perempuan lain yang dirasa lebih layak untuk dikedepankan. Perannya dalam perjalanan bangsa dipertanyakan, bahkan beberapa komentar yang terkesan mengejek pun kerap muncul; betapa Kartini tak lebih dari seorang perempuan yang hanya berkeluh kesah semata. Oh, betapa yang terakhir ini adalah kesinisan yang serampangan. Kami percaya, untuk dapat berkomentar penuh akan seseorang, kita perlu untuk mengenalnya dengan lebih mendalam, dan tidak hanya meneruskan hal-hal yang didengar sambil lalu. Untuk mengenal Kartini kita perlu membaca dengan cermat segala tulisannya, mengenali konteks lingkungan di mana ia hidup, dan menyelami bagaimana dampak yang diciptakan sosoknya jauh sesesudah ia tiada.

Dan itulah yang coba kami lakukan sejak Februari yang lalu. Kami membaca karyanya dan tulisan-tulisan tentangnya, menelusuri tempat-tempat yang dekat di hatinya, dan berdiskusi akan sosoknya. Dan akhirnya, kami berbahagia telah menemukan teladan dalam diri Kartini, perempuan muda yang bergelora itu. Di mana saat manusia masih terbungkuk-bungkuk di hadapan manusia lain, ia berbicara kesetaraan. Saat perempuan jauh di belakang, ia berbicara akses pendidikan dan berbagai hal di seputar kemanusiaan. Ide-ide Kartini dan kesadarannya yang tinggi akan kemanusiaan adalah warisan paling berharga dari Kartini. Warisan yang menginspirasi gerakan kebangsaan, kesetaraan gender, dan persamaan derajat. Kami senang bisa berbagi sentimen yang sama dengan JJ Rizal, sejarawan muda yang kami hormati itu, yang menuturkan kisah kartini dengan sangat baik, seganjil apapun wajahnya yang baru saja dari dokter gigi itu.

Sore itu, hujan turun deras di Jakarta, kami lanjut berbincang di antara sudut-sudut Museum Nasional yang dihiasi karya seni rupa bertemakan Kartini oleh para seniman muda IKJ. Beberapa karya membuat kami tergetar juga. Tampak wajah Kartini yang berdampingan dengan lukisan Butet Manurung dan Marsinah. Ada pula sketsa Kartini yang mencoba menyampaikan betapa ia juga merupakan perempuan biasa yang bisa datang bulan ataupun bergundah hati. Selama empat hari Pamflet menyelenggarakan festival Seperlima yang mencoba bersama-sama menggali kembali inspirasi yang ditebarkan Kartini. Selain karya-karya interpretasi Kartini dari seniman muda IKJ, diselenggarakan pula lokakarya puisi dengan bahan surat-surat kartini, diskusi dengan para penulis perempuan, hingga diskusi akhir bersama JJ Rizal di mana kami juga berbagi pengalaman menyusuri jejak Kartini di Jepara dan Rembang. Kami senang menjadi bagian dari acara ini, yang bersama perjalanan ke Jepara dan Rembang telah semakin mendekatkan hati kami dengan perempuan muda yang semangatnya menyala-nyala itu. Seperti yang dikatakan Gypsytoes pada akhir diskusi,

“Ia mungkin pahlawan, mungkin tidak, ia mungkin tidak terlalu memperdulikannya. Namun untuk mengenalnya, bacalah surat-suratnya secara seksama dan silahkan menyimpulkan sendiri siapa Kartini. Untuk kami, ia anak muda yang jauh melebihi jamannya, ia seorang penebar inspirasi.”

Twosocks

P.S

Catatan lengkap Tur Kartini sekarang sudah bisa diunduh di sini. Terimakasih teman-teman Pamflet untuk perjalanan yang menyenangkan ini.

– Mengenai JJ Rizal, seminggu setelah diskusi sore itu, kami bertemu lagi dengannya di hajatan seorang kawan penulis. Saat itu gigi baru telah dipasang dan ia sudah bisa kembali tersenyum lebar-lebar. Manis betul.

2 Comments

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s