Kita tentu pernah berada dalam situasi itu. Saat titik tujuan seolah tak kunjung dicapai dan kursi bus atau kereta semakin terasa tak nyaman. Saat puncak gunung masih jauh dan kaki sudah semakin tak kuasa diajak bekerja sama. Saat penerbangan berikutnya masih terlalu lama namun menginap di hotel adalah pilihan yang sungguh memboroskan. Saat itu kita tertidur. Di kursi kereta, di sembarang padang rumput di kaki gunung, atau di bangku-bangku bandar udara. Kita tertidur. Dengan wajah yang lelah dan posisi yang ganjil serta tak nyaman.
Beberapa peristiwa tidur di sembarang tempat, jika dipikir-pikir kemudian, adalah pengalaman yang berkesan. Gypsytoes dan saya sering tidur di bandara transit sebelum melanjutkan perjalanan keesokan paginya. Saat pagi-pagi terbangun biasanya kami masih sangat bersemangat karena petualangan baru saja dimulai. Tidur di bandara atau kereta malam juga kerap dilakukan demi penghematan. Namun beberapa peristiwa lain mungkin sedikit menyiksa. Gypsytoes tentu teringat saat ia harus menghabiskan malam di stasiun kereta di Brussels dalam perjalannya menuju Bratislava. Saat itu musim dingin begitu menusuk dan stasiun itu tidak memiliki pemanas udara. Itu adalah malam yang sungguh panjang untuknya.
Beberapa yang lain adalah pengalaman tidur dengan tanpa banyak ambil pusing. Kawan saya, Arip Syaman, punya banyak cerita semacam ini. Ia bisa tidur dimana pun. Kapan pun. Tanpa beban. Tanpa banyak pikir. Saya sudah pernah melihatnya tidur di mobil, pesawat, kapal laut, kereta, bangku taman, padang rumput, dan banyak lagi. Sebagian besar memiliki pola yang sama. Mata mulai sayu, memaki-maki jika mulai diganggu, mulut yang perlahan mulai terbuka, dan sayup-sayup suara dengkur mulai terdengar. Perlahan kemudian membesar. Dengan irama yang teratur. Sedikit liur terkadang ikut mengintip di ujung bibir. Dan jika kalian sial betul, ia akan mulai kentut.
Dimana pun. Kapanpun. Tanpa beban. Tanpa banyak pikir.
Apa pun jenis tidur sembarangan yang dialami – tidur putus asa, tidur kelelahan, tidur dalam posisi yang ganjil, tidur menganga – di sebuah masa yang jauh sejak saat perjalanan itu dilakukan, melihat kembali fotonya akan membangkitkan kenangan yang utuh akan perjalanan itu. Ia adalah bagian yang membuat keseluruhan perjalanan menjadi berkesan. Sampai sekarang Arip Syaman masih akan terkikik jika melihat fotonya yang terkapar di gunung Ceremai. Sampai sekarang kami pun mengingat perjalanan itu sebagai hari di mana Arip Syaman terkapar untuk kemudian bangkit kembali dan mencapai Puncak Ceremai dengan perkasa. Jadi walaupun saat itu kalian berpura-pura sebal ketika temanmu mengambil foto tidurmu, suatu hari foto itu akan berbicara banyak tentang keseluruhan perjalanan yang dilalui. Sejelek apapun wajahmu saat itu.
Dulu almarhum ayah saya pernah berkata, jika kamu melihat wajah orang yang tidur, kamu terkadang bisa lebih melihat sisi manusiawi dari sosoknya. Walaupun kamu membencinya dalam kondisi terjaga, mereka yang sedang tertidur cenderung tampak damai dan termaafkan. Kita seolah melihat sisinya sebagai seorang anak dari orang tuanya atau kawan bagi sahabat-sahabatnya. Wajah tidurnya seolah menunjukkan seseorang dengan segala cita-cita, ketakutan, dan perasaan-perasaan manusiawi lainnya. Ia adalah sesama kita sendiri. Oleh karena itu, dulu jika saya bertengkar dengan kakak saya, saya sering memperhatikannya malam saat ia telah tertidur. Saat itu saya akan mulai memaafkannya.
Selamat tidur, para pejalan yang lelah, persilahkanlah temanmu mengambil gambarmu. Sebesar apapun mulutmu menganga.
Arip Syaman, menjelang tengah malam di atas Kereta menuju Seoul.
Gypsytoes dan kaki-kaki yang menunggu pagi, KLCC.
Arip Syaman, saat pemandangan Selat Bosphorus begitu menggoda, beliau memutuskan untuk terkapar saja.
Rivan dan Apu dalam pendakian ke puncak Merbabu.
Malam yang panjang di stasiun yang dingin
Banyak hal yang bisa dimanfaatkan dari kawan seperjalanan yang terlelap. Dalam bus menuju Yokkaichi.
Terlelap di perkemahan penduduk Bedouin. Foto diambil kawan setenda yang baru saya kenal keesokan paginya.
hahahaha iseng bener ya 😀
Halo Adie! sebenarnya masih banyak persediaan foto dengan pose yang sungguh sangat memalukan, tp ya sudahlah ya hahaha
saya paling takut diisengin saat tertidur 😉
Haha halo mbak Olive sang penyuka kuburan 🙂
Tidur bareng sesama pejalan di bandara kerasa lebih intim dan selalu jadi kenangan, no matter how lonely we are 🙂
by the way, you two should make a book! 🙂
Halo Angga! yak betul sekali! apalagi kalau ternyata di dekatmu ada Arip Syaman dan beliau mulai berlendir. Pasti akan terkenang-kenang untuk waktu lama. haha
Book? hmmm amiiinn. we’ll definitely let you know once we really choose to go down that road 😉
Mungkin karena kita berdua udah tua dan gw cranky bgt kalau ngantuk parah, sebisa mungkin saat bikin travel itinerary akan menghindari jam2 lama menunggu like transit or whatsover, terserah deh mau di cap traveler gadungan xixixiii
but jgn salah, waktu masih muda mah tidur di lantai stasiun Brussel udah sering bangeth, karena gak kedapetan kereta pulang setelah summer party :p
Hahaha Fe, alasan untuk tidur di stasiun Brussels nya sungguh sangat menakjubkan! Militan abis!
Gw kalo tidur suka manggap (buka mulut) jadi kemana2 selalu bawa masker buat tutup. Soal nya kalo sampai kejadian manggap dan diisengin ama temen bisa mampus.
Ketampanan ku bisa memudar kalo manggap tersebar hahaha
Mas Cumi selalu Jenaka! tips masker itu mungkin akan baik untuk si Arip Syaman.
Hahaha. The picture of Arip Syaman sleeping in the train is my favorite! XD
Hoho he surely is everybody’s favorite 😀
Karena suka tidur lelap dalam perjalanan beberapa kali bablas dari terminal atau stasiun tujuan. Karena selalu lelap harus bawa bantal leher klo traveling. Pulang nge trip harus cek koleksi foto tmn jangan sampai foto bobo yg gak OK di publish 😀
Haha walau untuk Arip Syaman, semakin hancur fotonya semakin bangga dia.
Duh, saya sering jadi korban difoto pas tidur di kereta, haha. Sekarang pakai masker kalau mau tidur pas jalan ramai-ramai. Biar kalau nganga aman :p