Hari Minggu pagi itu dimulai lebih pagi dari biasanya. Sebelum matahari benar-benar muncul, saya sudah mulai berlari. Musik dari adegan latihan Rocky Balboa bikin saya berlari lebih kencang sekaligus merasa sedikit gagah. Baiklah, selera saya memang payah betul. Gypsytoes sering menertawakan saya soal ini. Tapi sudahlah, dentum musik itu, dan juga bayangan adegan yang menyertai memang mampu memompa semangat. Adegan Rocky Balboa yang berlari diikuti serombongan anak kecil, atau saat ia memanggil-manggil istrinya dengan muka sembab sesudah dipukuli, atau saat ia dan Apollo Creed lompat-lompat kegirangan sesudah adu lari di pantai. Adegan ini menurut saya manis sekali, dua pria gempal, saling berpelukan riang, dengan kaos singlet berwarna kuning dan hijau.
“Whatever floats your boat.” Begitu Gypsytoes kerap berkata jika saya berkeras betapa selera saya ini tidaklah payah-payah benar.
Baiklah, mari sedikit beranjak, saya memang tidak hendak bercerita tentang hari berlari. Ini adalah hari terakhir sebelum Jakarta kembali ke wajah aslinya. Esok masa libur panjang lebaran akan berakhir. Wajah Jakarta yang seminggu terakhir lengang akan segera lenyap. Ia akan kembali berpeluh dan sesak. Kita akan terbangun dari mimpi untuk kembali melihat Jakarta yang sesungguhnya. Wajahnya yang bikin gerah walau terlanjur sudah dicinta. Saya tidak hendak berkeluh kesah. Sesumpek apapun kota ini, dia juga adalah kota yang dekat di hati. Di sini, saya dan jutaan yang lain pernah jatuh cinta, bergembira ria, atau merasakan hati yang remuk. Esok ia akan kembali dijejali manusia yang banyaknya tak ketulungan itu. Dan kisah-kisah baru akan kembali dicatat. Namun, seminggu terakhir ini, sang nyonya tua sempat beristirahat sejenak. Saat jalannya sepi, saat langitnya biru, saat ia mengambil napas yang sangat berhak ia dapatkan.
Di hari terakhir ini, saya memang berkeinginan memulainya lebih awal dari biasa. Setelah berlari, saya duduk di sebuah kedai kopi di Jalan Sabang bersama Gypsytoes. Wajahnya tampak masih mengantuk. Setelah saya goda dan desak-desak, akhirnya senyumnya muncul juga. Kami berbincang tentang hari-hari yang telah lewat. Seminggu terakhir tentu adalah hari yang penuh haru bagi mereka yang kembali ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga, bermaaf-maafan, dan melepas rindu. Perjalanan jauh yang sesak dan macet rela ditempuh untuk senyum orang-orang terdekat yang jarang ditemui. Bagi mereka yang di Jakarta saja, mereka memiliki nikmat tambahan, melihat Jakarta yang sedang beristirahat.
Vira dan Diyan, kawan kami yang energinya selalu berlebih, merayakan lengangnya Jakarta dengan menyambangi sudut-sudut yang jarang mereka datangi dalam situasi normal. Mereka berolah raga di pinggir pantai di Ancol atau menjelajahi wilayah barat Jakarta yang biasanya macet tak tanggung-tanggung. Gypsytoes dan saya menikmati lengang Jakarta dengan lebih perlahan. Seperti tahun-tahun yang lain, kami hampir selalu menghabiskan hari-hari di seputar Lebaran di Jakarta berdua saja. Ini adalah hari-hari di mana kami berkeliaran dengan celana pendek, sandal jepit, dan buku untuk berpindah dari satu sudut ke sudut lain, dari satu kedai kopi ke kedai yang lain, untuk sekadar duduk minum kopi, berbincang, dan membaca. Semua terasa perlahan, tenang, dan tak banyak pikir. Kami terkadang terkagum-kagum sendiri betapa sedikitnya waktu yang diperlukan untuk berpindah dari satu titik ke titik lain. Jakarta sedang beristirahat dengan ramah sekali.
Sejak sehari sesudah lebaran sebenarnya saya sudah masuk kantor. Namun, karena sebagian besar orang sedang berlibur dan pekerjaan sedang tak banyak, banyak waktu saya habiskan untuk hal yang ringan-ringan saja. Salah satunya menjaga Sachi, gadis cilik lima tahun, putri salah satu rekan kerja. Sachi ikut ibunya ke kantor karena pengasuhnya sedang libur. Saat itu sang Ibu sedang banyak pekerjaan, karenanya saya merelakan diri untuk menemani Sachi kecil. Lagipula, Sachi adalah anak yang riang, menjaganya tidaklah terlalu sulit. Menyenangkan malah. Ia sedang gandrung sekali dengan film Frozen, sebuah kisah tentang seorang putri yang berjuang membebaskan kerajaannya dari musim dingin abadi. Jadi saat saya putarkan lagu dari film itu, menyanyilah ia, riang betul, lengkap dengan tari dan gerak tangan. Sebagaimana banyak anak kecil seusianya, ia pun menggemari tokoh putri yang cantik jelita dan pandai menari. Saya mencoba mencuci otaknya dengan memperkenalkan jenis tokoh perempuan idaman lain misalnya Mulan yang perkasa. Ia bergeming. Ia tetap menyukai Mulan dalam versinya sebagaimana putri kebanyakan. Ia tidak menyukai saat Mulan berpakaian seperti laki-laki dan dengan perkasa menebas para penjahat. Di akhir hari saya membuatkan sebuah tato dengan spidol di lengannya, sebuah huruf mandarin yang saya karang sekenanya. Ia senang dan bertanya apa bunyi huruf-huruf itu. Saya bingung jadi saya sebut saja huruf itu berbunyi ‘Tuan Putri’. Ia girang setengah mati dan mulai pamer kemana-mana bahwa ia punya tato bertuliskan ‘Tuan Putri’. Sachi yang malang, di usia lima tahun, pertama kalinya ia ditipu laki-laki.
Begitulah, minggu itu saya nikmati dengan perlahan. Ia dipenuhi hari-hari santai bersama Gypsytoes dan hari-hari di kantor yang saya habiskan dengan membantu Sachi menggambar-gambar tokoh kartun di papan tulis ruangan saya. Pagi itu, di hari terakhir di mana Jakarta bergerak dengan perlahan, saya menikmati sarapan bersama Gypsytoes di kedai itu hingga siang menjelang. Kami lanjut berbicara tentang hari-hari yang lewat. Suasana hati kami baik sekali saat itu. Seminggu terakhir adalah hari beristirahat yang baik, untuk kami, untuk banyak orang, untuk Jakarta. Saat berjalan ke luar, Jalan Sabang pun masih lengang, begitu juga saat kami bergandengan tangan menyusuri Thamrin. Kami masih terus menikmati Jakarta yang beristirahat. Mulai besok penduduknya akan berduyun-duyun kembali, mulai menjalani hari-harinya di kota yang dicintai sekaligus kerap membuat kesal itu. Mulai besok, Jakarta akan kembali ramai, kembali padat, kembali menjadi tuan rumah untuk banyak sekali kisah yang hendak dicatat.
Twosocks
Karena saya telah mendengar cerita ini sebelumnya dari bung twosocks, maka ketika membaca tulisan ini otak saya membacakannya dalam nada suara anda. Lengkap dengan aksen kentalnya, hahaha…
Suasana perlahan Jakarta di kala lebaran memang melenakan.. ahhh…
Ais, hati-hati, Bung, Itu aksen penuh tuah.
I definitely have a huge love-hate relationship with Jakarta. I hate it when I’m there and I miss it like crazy when I’m not there. Jakarta has special charms that we all miss whenever we’re living abroad. It’s one in a million 😉
PS: Kangen abang2 siomay, penjual te h botol, aqua dingin, gorengan and the likes 😉
It has special charms indeed 🙂
Salam hangat dari abang2 siomay, penjual teh botol, dan gorengan. Juga dari tukang parkir yang semprat semprit, pengamen biola yang menunggu, bapak-bapak yang tampak banyak urusan, tukang ojek yang helmnya bau parfum, ibu-ibu yang warna bajunya merah betul, polisi yang clingak clinguk di dekat jalur 3 in 1, orang kantoran yang cemberut, orang kantoran yang tertawa-tawa, dan anak muda berpakaian mutakhir yang wajahnya cemas. (Ini orang-orang yang saya ingat saya lihat di perjalanan ke kantor pagi tadi 🙂 )
Nah, saya termasuk salah satu orang yang berkontribusi bikin Jakarta tambah sesak. Di saat Jakarta beristirahat minggu kemarin, kota-kota lain di Jawa yang biasanya istirahat sesekali merasakan kemacetan ala Jakarta. 🙂
Btw, poor Sachi. Mudah-mudahan sooner than later dia tau bagaimana tulisan Tuan Putri dalam Bahasa Mandarin seharusnya ditulis. 🙂
Haha iya, mungkin saat nanti si Sachi bermain ke kantor lagi, dia sudah akan tahu perkara ini dan saya musti siap-siap dicemberuti 😀
ebuset Rocky Balboa :))) My running mood-booster would be Fat Boy Slim.. Lebih modern dikitlah..
Si Rocky Balboa ini, seperti halnya Chuck Norris, dia manusia setengah dewa.
Pada sebuah hari Minggu, kita musti adu lari. Pakai mood-booster masing-masing!
I don’t care what people said about jakarta, the place i called home even though have to pay a bunch of euro to get me there 🙂
Seems you guys had a great holiday ! 🙂
Yes we did! 😀 Let us know when you’re around, Feb. We definitely have to meet up!
Emmm.. let me guess..
Eye of the tiger?
hahaha
sukaaa bgt lagu itu, meskipun belum nonton film nya sampe selese..
Cheers for the awesome music taste!
PS : I named my fat cat at home “Rocky” cuma supaya dia bisa ketularan macho-nya Stallone 😦
Haha walaupun dalam kasus saya, sampai sekarang saya tak kunjung ketularan 😦
Tapi di angkutan transJkt tetap padat loh pas Lebaran.
Wah, begitu? saya tak memperhatikan betul yang saat hari-h. Walau di hari-hari sekitarnya, saya naik, dan memang jauh lebih sepi.